
Sebagai makhluk sosial, kita memang saling membutuhkan dan hidup berdampingan. Tapi, dalam kultur kita yang sekarang, apa yang dianggap “tidak umum” bakal menjadi omongan orang. Jadi tidak heran kita selalu peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain!
Takut akan apa yang orang lain pikirkan bukan hanya membatasi potensi kamu, tapi juga bisa membuatmu mudah terserang penyakit. Ketakutan tidak saja membuat dirimu kesepian, tak punya uang, banyak keinginan tidak terpenuhi, dan tidak bisa terhubung dengan panggilan hati. Ketakutan bisa meningkatkan risiko penyakit jantung, penyakit autoimun, penyakit radang, sakit kronis, diabetes, dan bahkan pilek biasa bagi orang-orang yang rentan. Jadi, bagaimana cara mengetahui jika seseorang terlalu takut dengan apa yang dipikirkan orang lain? Berikut ini beberapa tandanya.
1. Kamu membungkam kebenaran dirimu
Seberapa sering kamu menahan diri karena takut jika nantinya berbicara, maka akan membahayakan pekerjaanmu, kehilangan pasangan, dijauhi teman, atau bahkan ditentang oleh orang tua kamu? Berapa kali kamu menelan suara kebenaran dari dalam diri (integritas, harga diri, dan keaslian diri)?
Saya tidak menyarankan kamu harus menyuarakan setiap uneg-uneg yang kamu pikirkan. Tetapi setiap kali kamu gagal mengungkapkan apa yang sesuai dengan kebenaran hati, kamu mengaktifkan respons stres yang melemahkan mekanisme penyembuhan diri alami tubuh.
2. Kamu memaksa menjadi bunglon sosial
Orang-orang yang punya karakter tetap berani menjadi diri mereka sendiri meskipun mereka berada di tengah orang-orang baru. Dan mereka berani tampil apa adanya. Orang-orang ini memiliki perasaan diri yang kuat, meski mereka berada di sekitar orang lain yang tidak menyukai mereka.
Seseorang kadang memaksa diri berubah agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial sekitar, menjaga gengsi supaya lebih disukai masyarakat. Memaksakan diri pinjam uang sana-sini untuk membeli barang mahal, supaya mendapat pengakuan dan punya banyak teman. Cara-cara seperti ini menjauhkanmu dari keaslian diri. Memang benar, orang yang berusaha menjadi diri sendiri merasa tidak cocok berada di lingkungannya. Tetapi ini sepadan dengan risikonya, ketika kamu cukup berani menjadi diri sendiri, kamu akan menemukan orang-orang yang sejiwa denganmu.
3. Kamu membohongi diri sendiri
Jika kamu terus berpikir kebenaranmu nantinya tidak diterima, kamu akan cenderung untuk terus berbohong. Contohnya, saat kita menyukai seseorang, kita kadang-kadang tak berani mengungkapkannya. Satu waktu orang lain yang kita sukai, sudah menemukan kekasih, akhirnya kita menyesal berkepanjangan mengapa dulu tak berterus-terang. Meskipun nantinya cintamu ditolak, tapi setidaknya kamu mendapatkan satu pelajaran, yaitu berbesar hati dan keberanian. Kita lebih baik menghadapi ketakutan diri kita dan menemukan keberanian tanpa rasa malu.
4. Kamu lebih banyak berpura-pura bahagia
Sejatinya, kebahagiaan bersifat alami sehingga sulit untuk menyembunyikannya apalagi berpura-pura bahagia. Kalau pun mampu, hal itu tidak akan berlangsung lama. Cara terbaik untuk bahagia, termasuk menjadi diri sendiri adalah dengan menerima segala kelebihan dan kekurangan diri kita tanpa perlu merasa takut apa yang dipikirkan orang lain.
5. Kamu menghindari situasi sosial
Saya seorang introvert, jadi saya mengerti bahwa kita semua cenderung malas pergi ke pesta. Tetapi introvert sebenarnya masih mendambakan komunitas, dan akan menarik diri dari lingkungan sosial jika mereka merasa tak nyaman. Dan bahkan orang ekstrovert sekalipun akan menghindari situasi sosial jika mereka mengkhawatirkan apa yang dipikirkan orang lain.
Agar bisa berteman dengan baik di komunitas, kita harus berani mengatasi rasa takut akan penolakan dari kekhawatiran bahwa orang lain tidak akan menyukai kita ketika kita menjadi diri kita sendiri.
6. Kamu menyembunyikan keunikanmu
Setiap orang memiliki keunikan dalam diri, itu yang nantinya akan menjadi ciri khas. Ciri khas ini bisa seperti gaya berpakaian, gaya bermusik, gaya melukis, dsb. Jika kamu memiliki keunikan, jangan terlalu takut dengan apa yang dipikirkan orang lain, kamu akan rentan merasa tertekan karena mencari aman dengan melakukan hal yang umum. Hal ini dapat mengaktifkan respons stres yang membuat kamu rentan terhadap penyakit. Selain itu, juga membuat orang lain tidak mengenali keunikan kita.
7. Kamu terus-menerus bertanya-tanya apa yang dipikirkan orang lain
Jika kamu begitu sibuk mencoba membaca pikiran orang lain untuk memastikan bagaimana diri kita, berarti kamu tidak benar-benar hidup pada saat ini. Biarlah orang berpikir sesuai opini mereka. Ketika kamu mampu menghadapi kecemasan terhadap apa yang dipikirkan orang lain, kamu lebih mampu mempraktekkan “power of now” atau tetap mengkondisikan pikiran berada di masa sekarang, bebas dari rasa takut.
8. Kamu mudah disetir orang lain
Ketika kamu menjadi pribadi yang mudah dipengaruhi orang lain, itu artinya kamu belum bisa menjadi diri kamu sendiri. Tuhan telah menganugerahkan kamu akal dan pikiran, lho. Gunakan itu sebaik-baiknya dalam mengambil tindakan apa pun.
Memang sih, terkadang kita butuh pendapat orang. Namun, jangan jadikan pendapat dan pemikiran orang sebagai acuan kamu dalam mengambil suatu keputusan, karena yang tahu dirimu adalah diri kamu sendiri, yang tahu hal terbaik apa untuk kamu adalah diri kamu sendiri.
9. Kamu takut membagikan berita bagus
Ketika kamu punya berita bagus terkait prestasimu, rasanya ingin sekali meluapkan kegembiraan, tapi kamu tidak. Karena kamu takut itu akan terdengar seperti menyombongkan diri. Atau kamu khawatir akan membuat orang lain iri. Tetapi ketika kamu melakukannya, kamu bukan hanya akan merasa positif, tetapi juga memberi orang lain inspirasi. Mungkin ada satu atau dua orang yang merasa terganggu dengan keberhasilanmu. Tapi biarkan saja, jangan sampai meredupkan cahayamu.
10. Kamu selalu membandingkan keadaanmu dengan orang lain
Satu hal yang harus kamu ketahui, Tuhan memberikan porsi yang berbeda pada setiap individu, mulai dari harta, keluarga, jenis masalah yang dihadapi. Ketika kamu selalu melihat orang lain sebagai acuan, namun acuan dengan sudut pandang negatif, misalnya, “orang lain kok kaya raya, kenapa aku enggak?”. Itu tandanya kamu belum menjadi diri sendiri. Sah-sah saja kamu melihat orang lain sebagai acuan, namun harus dalam segi positif, ya. Jangan dibiasakan sikap suka membandingkan, karena itu akan mematikan kebahagiaan dan potensimu.
Jadi bagaimana? Apakah masih takut menjadi diri sendiri? Takut karena nanti akan jadi bahan pembicaraan orang sekitar? Selama apa yang kamu lakukan sudah baik dan kamu nyaman, jalani saja. Toh, kamu tidak minta makan sama orang lain, kok. Benar tidak?