
Coba lihat kembali kehidupanmu, pernah nggak mencoba berusaha menjadi sempurna, berusaha asik agar dihargai dan disukai semua orang, mencoba menyesuaikan diri dengan berbagai kelompok orang sehingga bisa merasa diterima dan disetujui? Tak ada salahnya kita berusaha menjadi orang baik, tapi jangan habiskan seluruh waktumu demi menyenangkan orang lain.
“Jika kita terlalu jujur, maka akan mudah ditipu. Jika kita terlalu baik, maka akan mudah dipermainkan.”
– Mbah Google
Pasti ada banyak situasi dalam hidup ketika kamu harus melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak ingin kamu lakukan demi menghibur atau menyenangkan orang lain. Meskipun kamu dasarnya adalah pribadi yang menyenangkan, itu bukan berarti kamu terus-menerus membuat semua orang senang. Contohnya saja saat jatuh cinta, kamu rela menuruti apa saja permintaan pasanganmu agar dapat pujian “aduh so sweet, kamu baik banget, deh!“. Kamu yang dulunya cuek harus rela menjadi bucin demi menyenangkan si dia, sampai-sampai waktumu sendiri habis untuknya.
Menjadi orang terlalu baik dengan terus berusaha menyenangkan orang lain adalah perilaku yang tidak sehat, tanda yang jelas dari rendahnya harga diri. Perilaku ini melemahkan, tidak otentik, sangat memakan waktu dan menguras energi. [1]
Tanda-Tanda Kamu Menjadi Orang “Terlalu Baik”
Sebagai makhluk sosial, kita cenderung mendapat tekanan dari lingkaran kita dan berusaha untuk menyesuaikan diri pada kelompok baru. Tetapi ada perbedaan besar antara usaha untuk menyesuaikan diri dan kecenderungan menyenangkan orang. Berikut ini adalah tanda-tandanya :
- Kamu susah sekali mengatakan “tidak”
- Kamu merasa sulit untuk bersikap tegas dan menyuarakan pendapatmu
- Kamu sangat berhati-hati setiap tindakanmu, merasa takut ditolak
- Kamu terlalu altruistik atau dermawan
- Kamu sering rugi akibat mengorbankan kebaikan untuk orang lain
- Kamu memiliki perasaan diri yang lemah dan batas-batas interpersonal yang buruk
- Kamu menjadi tergantung secara emosional ketika dalam hubungan atau pertemanan
- Kamu kecanduan persetujuan atau validasi dari orang lain
- Kamu memiliki keinginan neurotik untuk disukai, apapun yang terjadi
- Kamu merasa sangat sedih selama berhari-hari atau berminggu-minggu ketika seseorang mengkritikmu
- Kamu memiliki harga diri yang rendah
- Kamu bertindak berdasarkan apa yang “dipikirkan orang lain”
- Kamu selalu menempatkan diri pada posisi orang lain, tetapi kamu jarang menunjukkan rasa iba terhadap diri sendiri
- Kamu tetap menaruh kepercayaan terhadap “kebaikan” orang lain meskipun mereka jelas-jelas berlaku kasar terhadapmu
- Kamu takut kehilangan kendali atas diri sendiri karena kamu memilih menekan emosimu
Dikatakan juga bahwa perilaku menyenangkan orang dapat membentuk jembatan ke kondisi lain seperti gangguan kepribadian dan gangguan kecemasan sosial.
Mengapa Menjadi Orang “Terlalu Baik” Bisa Berbahaya
Jelas tidak ada yang salah dengan bersikap baik. Tetapi jika terus dibiarkan sampai memiliki keinginan neurotik untuk bersikap baik, itu bisa berbahaya. Inilah alasannya :
1. Kamu menekan emosi
Tak pelak lagi, keinginan untuk dicintai dan dibutuhkan oleh orang lain sepanjang waktu menimbulkan banyak sekali perasaan tidak nyaman. Sebut saja seperti kemarahan, kebencian, kepahitan, kekesalan, kesedihan, dan stres – apapun yang bertentangan dengan citra altruistik yang ingin kamu tunjukkan. Kamu mungkin tidak sadar sudah menekan jenis-jenis emosi ini, biasanya terkait bidang pekerjaan. Kamu tidak bisa memberikan dirimu sepenuhnya kepada orang lain, menyangkal diri sendiri, dan berharap untuk merasa baik-baik saja dan dianggap “berhati mulia” dalam jangka panjang.
Penindasan emosi pada akhirnya menghasilkan gangguan fisik atau psikologis. Banyak penyakit mental dan fisik kronis didorong oleh keinginan neurotik untuk menyenangkan orang lain.
2. Kebutuhan untuk terus “jaga image”
Salah satu hal terburuk terus-menerus bersikap baik adalah tekanan yang kamu rasakan untuk cenderung mempertahankan citra diri. Rasanya senang terus berada di pihak orang “tepat”, rasanya menyenangkan bisa menghindari perasaan negatif dan mendapat sorotan karena berhasil menjadi orang “berhati mulia”. Tetapi kecanduan ini harus dibayar mahal, kamu akhirnya stres kronis. Seringkali stres itu tidak terlihat, tetapi selalu membayangi, selalu menuntut agar kamu tetap memakai topeng meskipun dalam diri merasa sesak.
3. Kamu mudah dimanfaatkan
Saat orang lain sudah menganggapmu loyal, maka terbukalah peluang memanfaatkanmu. Narsisis, vampir energi, tukang hasut dan orang-orang yang sakit hati lainnya tertarik padamu seperti menemukan umpan. Kamu menjadi target empuk untuk dimanfaatkan yang sempurna. Dan secara tidak sadar, kamu suka merasa dibutuhkan dan diinginkan, sehingga tanpa disadari kamu melanjutkan siklus beracun. Tidak semua orang di sekitar kita benar-benar tulus. Beberapa dari mereka ingin memanfaatkanmu dan menyalahgunakan kepercayaanmu.
4. Kamu akhirnya mengalami kebutuhan kuat untuk memegang kendali
Pada awalnya, menyenangkan orang lain mungkin terlihat sebagai tindakan tulus tanpa pamrih. Tetapi menjadi orang terlalu baik kepada setiap orang sebenarnya adalah tindakan yang egois, karena suatu saat kamu mencoba mengendalikan reaksi orang lain terhadap dirimu dengan berperilaku dengan cara tertentu.
Faktanya, menyenangkan orang lain tak lebih tentang keinginan untuk memegang kendali daripada untuk menyenangkan orang lain. Ingin disukai orang lain hanyalah gejala dari keinginan untuk memegang kendali, karena jauh di lubuk hati pasti ada rasa tidak berdaya atau tidak berharga. Inilah sebabnya mengapa menyenangkan orang lain itu sangat melelahkan, itu bertentangan dengan aliran kehidupan, dan membutuhkan banyak upaya untuk mempertahankannya.
5. Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang kamu rasakan
Menyimpan rapat-rapat perasaanmu karena takut dijauhi membuat kamu akhirnya terpaksa menjaga sikap. Saat kamu berusaha menyenangkan orang, tidak ada yang benar-benar tahu bagaimana perasaanmu – mereka hanya tahu kamu selalu hadir bersama mereka. Sayangnya, keinginan untuk dicintai dan disetujui ini sering menjadi bumerang, membuat kamu merasa lebih kesepian dan terisolasi seiring berjalannya waktu. Akhirnya, kamu merasa menjadi bukan dirimu sendiri, meskipun kamu terus-menerus mendapat pujian atau pengakuan dari orang lain.
Cara Berhenti Menjadi Orang yang “Terlalu Baik”
Jadi, bagaimana menghentikan perilaku ini? Inilah caranya :
- Bertanggung jawablah atas kebahagiaanmu sendiri
- Belajarlah bersikap asertif atau tegas
- Merasa aktif dan terima saja emosi negatif meski mungkin rasanya menyakitkan
- Belajarlah menemukan harga diri dari dalam
Kepribadian yang cenderung menyenangkan orang bisa merusak kesehatan mental. Karena ingin selalu bisa diterima oleh orang lain, sehingga mengalami periode kecemasan dan stres yang hebat, belum lagi banyak emosi lain.
Langkah pertama untuk mengatasi masalah ini adalah menggeser titik fokusmu dari dunia luar ke dunia dalam (batin). Jangan takut ditinggalkan orang lain, yang penting kamu sudah menemukan siapa dirimu. Pada akhirnya, kamu akan menemukan orang-orang yang bisa menerima siapa dirimu tanpa perlu berpura-pura, tanpa harus susah-susah menjadi orang yang “terlalu baik”.