
Banyak penelitian mengkonfirmasi hubungan antara media sosial dan kesepian, depresi, dan kecemasan. Tetapi bagaimana bisa penggunaan media sosial dapat menyebabkan terisolasi sosial? Mengapa media sosial begitu buruk bagi kesehatan mental kita? Dan apakah itu berarti kita perlu menjauhi media sosial sepenuhnya dari kehidupan kita?
Tulisan ini mencoba mengeksplorasi mengapa media sosial dan kesepian bisa saling terhubung. Juga akan melihat bagaimana memastikan penggunaan media sosial agar tidak membuat kamu merasa terisolasi atau tertekan.
Bagaimana rasa terisolasi dan media sosial bisa saling terkait?
Alih-alih merasa termotivasi, terkadang melihat orang-orang punya uang melimpah dan liburan ke luar negeri di sosial media sering kali memicu perasaan iri dan ketidakmampuan pada diri seseorang. Dengan demikian, mudah kita ambil kesimpulan bagaimana media sosial dan perasaan terisolasi dapat berkaitan. Namun, ketika kita melihat postingan yang membanjiri lini masa situs-situs seperti Facebook atau Instagram, kita mengasumsikan melihat kehidupan seperti realitas yang ideal.
Memang, sebuah studi pada tahun 2018 menemukan bahwa penggunaan media sosial yang tergolong berat sebenarnya dapat meningkatkan perasaan isolasi sosial tiga kali lipat. Karena perasaan terisolasi dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas, yang menunjukkan potensi dampak bencana dari penggunaan media sosial yang berlebihan.
Pada tingkat naluriah, banyak orang mungkin menyadari bahwa media sosial dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan mental kita. Perilaku dalam ber-internet juga sangat mempengaruhi citra diri seseorang. Hal ini telah diperkuat dengan banyak penelitian terkait hal tersebut.
Penelitian ini diikuti 1.787 peserta yang berusia 19-32. Mereka mengajukan pertanyaan kepada peserta tentang penggunaan 11 platform media sosial teratas termasuk Facebook, Instagram, dan Snapchat. Mereka yang mengunjungi jejaring sosial lebih dari 58 kali setiap minggu tiga kali lebih mungkin merasa kesepian bila dibandingkan dengan orang yang melakukannya di bawah 9 kali seminggu. Namun, penelitian ini tidak dapat menyimpulkan apakah isolasi sosial disebabkan oleh penggunaan media sosial berlebihan atau apakah orang yang kesepian lebih banyak menggunakan media sosial sebagai cara menghibur diri.
Apakah ada hubungan sebab akibat antara kesepian dan penggunaan media sosial?
Sebuah studi dari University of Pennsylvania menemukan bukti pendukung bahwa media sosial dan isolasi bisa terhubung. Dari sampel 140 mahasiswa, peserta diminta untuk membatasi atau meningkatkan penggunaan media sosial mereka. Kuisioner yang diselesaikan sebelum dan sesudah penelitian membantu mengungkapkan bahwa peningkatan kecemasan, depresi, dan kesepian berasal dari rasa takut ketinggalan update berita di sosial media, yang disebut orang sebagai FOMO (Fear Of Missing Out).
Studi Pennsylvania menemukan bahwa orang dengan tingkat depresi lebih tinggilah yang paling parah terkena dampaknya. Namun, pada akhirnya, siapa pun yang menggunakan media sosial sering juga menderita. FOMO mengarahkan seseorang untuk terus memeriksa apakah ada update terbaru di media sosial secara kompulsif. Ini juga menghambat kemampuan seseorang untuk rileks, dan mengurangi waktu yang kita dapat habiskan secara sosial. Sebagai perbandingan, para peserta diminta untuk membatasi penggunaan media sosialnya selama beberapa waktu. Dan mereka melaporkan berkurangnya depresi dan kesepian secara signifikan.
Hasil penelitian ini mengungkapkan, penggunaan media sosial bisa meningkatkan kecenderungan kita untuk membandingkan secara sosial dan memberi kita lebih sedikit waktu untuk berinteraksi di kehidupan nyata. Dengan membatasi penggunaan media sosial maka kita dapat membantu mengurangi kesepian. Media sosial juga dapat mengurangi kebahagiaan kita terhadap situasi saat ini, menurut sebuah studi yang dilakukan University of British Columbia. Namun, apakah itu berarti kita harus berhenti menggunakan media sosial sama sekali?
Haruskah kita memutus media sosial dari kehidupan kita?
Menariknya, studi di atas tidak menyimpulkan bahwa penggunaan media sosial harus diakhiri sepenuhnya. Mereka hanya menganjurkan bahwa penggunaan media sosial kita harus dikontrol sendiri. Selain itu, fenomena seperti paradoks persahabatan (temanmu lebih populer daripada kamu) menunjukkan bahwa kita harus berusaha menghindari perilaku membandingkan antara diri kita dan orang lain jika kita ingin meningkatkan kesejahteraan mental kita.
Studi lain juga menemukan efek positif dari media sosial dalam hal keterhubungan seiring bertambahnya usia. Sebagai contoh, sebuah studi tahun 2019 yang melihat “hubungan antara penggunaan situs jejaring sosial online dan isolasi sosial yang dirasakan di antara individu-individu di paruh kedua kehidupan” di Jerman. Ini dikarenakan, pada usia tersebut mereka ingin bernostalgia, bertemu kembali dengan teman lama atau kerabat jauh.
Mereka menemukan bahwa peserta berusia lebih dari 40 tahun keatas yang merupakan pengguna media sosial harian mendapatkan nilai isolasi yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan media sosial. Studi Universitas Luksemburg lain juga menemukan manfaat potensial sebagai media praktik klinis dan peningkatan pengetahuan kesehatan di kalangan orang dewasa yang lebih tua.
Ada studi lain menemukan bahwa remaja yang menggunakan Instagram sebenarnya merasa lebih dihargai. Mereka juga merasa lebih dekat dengan orang lain berkat penggunaan platform ini. Ini menunjukkan bahwa penggunaan media sosial tidak harus menyebabkan perasaan terisolasi jika kita fokus pada kualitas daripada kuantitas. Sebuah studi Universitas Missouri-Columbia juga mendukung hal ini. Memang, mereka menemukan bahwa media sosial tidak selalu dan kadang-kadang tidak memiliki efek negatif pada kesejahteraan sosial.
Sejumlah penelitian telah mengkonfirmasi hubungan antara penggunaan media sosial dan isolasi. Selain itu, beberapa studi bahkan telah menemukan bukti hubungan sebab akibat antara berapa banyak waktu yang kita habiskan di media sosial dan seberapa terisolasi perasaan kita. Namun, media sosial dapat membuat koneksi menjadi lebih mudah. Bergantung pada bagaimana kita menggunakannya, itu juga dapat membantu kita merasa lebih terhubung dengan orang lain.
Yang penting adalah hindari godaan untuk membandingkan diri kita dengan orang lain, juga harus berusaha mengurangi waktu keseluruhan yang kita habiskan menggunakan platform media sosial. Ketika kita melakukan ini, kita membebaskan lebih banyak waktu untuk interaksi di kehidupan nyata dan menikmati saat-saat kebahagiaan dan sukacita saat ini.